VOLUME MOLAR PARSIAL

Nama    : Septia Wulandari

NIM      : F1C121010

Kelas     : R-002

PRAKTIKUM KIMIA FISIK LANJUT

POSTTEST

VOLUME MOLAR PARSIAL

Asisten Laboratorium :

Putri Ramadhanti, S.Si

Andreas Sihotang (F1C119051)

Satu mol padatan atau cairan khas menempati volume 10 hingga 100 cm3 pada keadaan ruang, tetapi volume molar suatu gas di bawah kondisi yang sama sekitar 24.000 cm3 mol-1. Selisish yang besar tersebut menjelaskan mengapa padatan dan cairan disebut keadaan materi yang terkondensasi. Karena satu mol zat apapun mengandung jumlah molekul sebesar bilangan Avogadro, volume molar adalah kebalikan dari angka rapatan atau jumlah molekul per cm-3. Cairan dan padatan mempunyai angka rapatan yang tinggi, dan untuk gas memiliki angka rapatan yang sangat rendah dibandingkan cairan. Jika meleleh, volume kebanyakan padatan hanya berubah 2-10%, yang menunjukkan bahwa keadaan padatan dan cairan suatu zat memang relative terkondensasi terhadap keadaan gas dengan jumlah yang hampir sama (Oxtoby et al., 2001).

Larutan dapat dibuat dengan mencampurkan sejumlah zat terlarut dengan suatu pelarut. Apabila sejumlah volume zat terlarut ditambahkan sejumlah volume pelarut, maka volume larutan merupakan jumlah dari volume zat terlarut dan pelarutnya. Hal tersebut berhubungan terhadap volume molar parsial. Dimana volume molar parsial adalah kontribusi volume setiap komponen terhadap volume total suatu larutan. Jika hal tersebut terjadi pada sistem larutan yang terdiri dari pelarut dan zat terlarut akan diperoleh volume total larutan yang tidak ditentukan dari jumlah volume pelarut dan zat terlarut. Volume total larutan sangat bergantung pada komposisi pelarut dan zat terlarut. Saat terjadi proses pelarutan maka zat terlarut akan tersolvasi  dalam suatu pelarut sehingga molekul zat terlarut dikelilingi oleh molekul-molekul pelarut. Banyaknya molekul pelarut yang mengelilingi zat terlarut tergantung pada jenis zat terlarut dan pelarut yang menyebabkan zat terlarut tersebut membutuhkan volume tertentu (Rohyami, 2018).

Perhitungan untuk mencari molal parsial dapat dilakukan dengan metode grafik maupun metode analitik. Jika dengan metode grafik maka nilai J diplot sebagai suatu fungsi komposisi larutan dengan menjaga semua komposisi pada komponen lain tetapi kecuali satu. Jika plotnya linear, maka kemiringan garis tersebut akan menjadi besaran molal parsial dari komponen tersebut. Sifat molal parsial dari komponen-komponen tidaklah bergantung pada konsentrasi. Sedangkan untuk mencari molal parsial dengan metode analitik yaitu jika eksistensif dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi aljabar dari komposisi tersebut. Besaran intensif adalah besaran yang nilainya tidak bergantung pada besar kecilnya arus bahan. Contoh dari besaran intensif adalah komposisi, suhu, tekanan dan juga berat jenisnya. Selain besaran intensif juga ada istilah besaran ekstensif, dimana nilainya mengikuti besar kecilnya bahan yang ditinjau. Titik dimana nilai dari suatu variabel yang dihitung dari perancangan alat. Contoh dari besaran ekstensif adalah volume dan energi (Rusman, 2018).

Perbandingan volume molar parsial energi ionik logam alkali dan ion halida dengan nilai yang didapatkan dalam air murni menunjukkan bahwa penurunan hidrasi hidrofobik. Dimana berdasarkan persamaan volume molar semu harus bervariasi secara linear dengan akar kuadrat konsentrasi garam. Interaksi non pelarut dapat menempatkan posisinya dalam semua fungsi molar yang diperoleh dengan ekstrapolasi ke pengenceran tak terbatas. Untuk menetapkan konstribusi antara anion dan kation yaitu dengan memisahakan fungsi molar pembatas menjadi konstibusi ionik. Volume molar parsial bernilai negative dari suatu ion menandakan bahwa dengan penambahan ion maka  penurunan volume larutan akan terjadi dikarenakan oleh interaksi ion pelarut akan lebih besar dari pada peningkatan volume ion intrinsik. Jadi dapat disimpulkan bahwa volume molar yang bernilai negatif dari suatu ion menandakan bahawa terjadinya penurunan volume larutan (Murthy, 2020).

Dalam percoban volume molar parsial ini digunakan alat yaitu piknoometer. Piknometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur nilai massa jenis atau densitas dari fluida. Piknometer terdiri atas 3 bagian yaitu tutup piknno, lubang dan gelas atau tabung ukur. Adapun cara penggunaan dari piknometer adalah pertama lihat dulu berapa volume piknometer yang digunakan, lalu ditimbang berat piknometer dalam keadaan kosong. Lalu dimasukkan fluida yang akan diukur massa jenisnya kedalam piknometer dan ditutup piknometernya, saat pengisian fluida diwajibkan jangan sampai ada udara didalam piknometer. Ditimbang massa piknometer yang telah berisi fluida tadi. Dilanjutkan menghitung massa fluida yang dimasukkan dengan cara mengurangkan massa piknometer yang berisi fluida dengan massa piknometer kosong. Setelah didapat data massa dan volume fluidanya, maka tinggal menentukan nilai rho/massa jenis fluida dengan persamaan rho = m/V. dengan satuan yang digunakan adalah massa dalam satuan gram dan volume dalam satuan mL (Anggraini et al., 2017). Adapun gambar dari piknometer sebagai berikut : 



 Gambar 1. Alat Piknometer (Sumber : https://s1.bukalapak.com/img/1238276811/w-1000/Piknometer_25_mL.jpg ). 

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini,S.A., S.Yuniningsih dan M.M.Sota. 2017. ” Pengaruh pH Terhadap Kualitas Produk Etanol Dari Molasses Melalui Proses Fermentasi”. Jurnal Reka Buana. Vol. 2(2) : 99-105.

Murthy, T.S. 2020. “ Partial Molar Volimes and Thermodynamic Properties of Alkali Metal Halides in 10% Ethanol Water Mixture”. International Journal of Chemistry and Tecnology. Vol. 4(2) : 109-120.

Oxtoby,D.W., H.P.Gillis dan N.H.Nachtrieb. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta : Erlangga.

Rohyami,Y. 2015. Kimia Fsika. Yogyakarta : Deepublish.

Rusman. 2018. Gas dan Termodinamika. Banda Aceh: Syah Kuala University Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIAGRAM BINER